Minggu, 17 Juli 2011

Are you a Scientist or a Social Person?

Hey, 10th graders! Are you still confused by what class will you take next year? Do you have business with Physics, Biology, Chemistry, or Math? Or do you feel comfortable with Sociology, Geography, Economy, Accounting, or even History? Or you, seniors! Maybe you feel that what you take now isn’t the real you?
Well, you must try this quiz! It’s just 3 simple questions with 3 choices. Ready? Here we go!

1) You’ll be Interested by seeing:
a. A news that Justin Bieber is going to Indonesia
b. X2-6x+9=0  Wow, piece of cake!
c. The History of Borobudur Temple.
2) It’s the 2nd study time. The Sephos crew are working together making decorations for the school event. What will you do?
a. My math homework isn’t done!
b. Help the Sephoz crew, I’m done with Accounting…
c. Sephos? That’s their business. I’ll just take a chat with my friends.
3) What is your most favourite shape!
a. ○
b. ∆
c. □
Ready? Now you can count it like this:
Scores: 1) a=20 , b=10 , c=30.
2) a=10 , b=30 , c=20.
3) a=30 , b=10 , c= 20.

Count your scores and see the result!
30 – 40: The Natural Scientist.
You are truly a scientist. You are clever and diligent, but you didn’t give enough attention to your friends and the people around you. Sometimes, just leave that chemistry book and chat with your friends.
50 – 60: Social Scientist.
You are a mix of social soul and natural scientific brain. You can be a dentist which also becomes a broadcaster like Nita Thalisa, or surgeon that sings like Tompi. It’s up to you, use your brain and follow your heart.
70 – 90: Social Person.
The social soul is in you. You can be a politician, an economist, or even an artist! You are very adaptable to your surroundings and have flocks of friends. But don’t forget to take care of yourself and study, ok?
Are you still confused? Well, no matter. Above all, choose your love and love your choice. Like what you do and do what you like. It’s impossible to skip choices, but then again, follow your heart and use your brain, and ask others for advice. Do the best! (Dee, Edu)

Jurnalistik Van Lith Divisi Bahasa Inggris: Nimzo

Mindset Breakers


Here are the important people who lived during the Renaissance. They had found many new methods and theories that was very radical back then. They discovered new laws of science and gave new meanings to art. These four people had countered wrong perceptions, fixed misunderstandings and help to shape the world as we know today. Who are they, and what did they do? Let’s check it out!


Leonardo Da Vinci

Who hasn’t heard of him? Dan Brown’s Novel, which has been brought to a movie, The Da Vinci code, has made Da Vinci more popular than before. Da Vinci is known as a painter, but he is also a scientist, engineer, botanist and even a musician! He’s the first person to operate a human body surgically. He had even already thought about the possibility of a flying transportation! He had so many brilliant ideas, but didn’t give his focus on one particular idea and died. He only left paintings, but really incredible ones, such as the popular Monalisa, Madonna on the Rocks, and The Last Supper, which is now, unfortunately, in a concerning condition.


Nicholas Copernicus

He lived in Poland during the 16th century. The son of a rich trader, he once thought of being a Priest. But he is more interested in astronomy, math, law and medic, which made him to change tides and become a scientist instead. One day, he found that Geocentric, the perception that says earth is the center of the solar system, is absolutely wrong. He found out that the sun is the axis of the solar system; which will be called Heliocentric later. This new idea is rejected by the Catholic Church based by the bible. In 1616, 73 years after Copernicus’ death, the church declared that his book about Heliocentric is deviate. Yet finally, after two centuries, the church finally took back the statement and approves Copernicus’ theory.


Galileo Galilei

21 years after Copernicus’ death, Galileo was born in Pisa, Italy. He was the first son of six siblings. His father was a musician and a scientist. He had been to the monastery to be a monk for some time, but due to his family’s economic condition, his father told him to get a job and help the family. So he went to the University of Pisa and learnt Pharmacy. Besides that, he also studied math and astronomy. In the age of 25, he had already been a math professor in the University of Pisa. One day, he invented a machine that can help us look over long distances. He called it the “Telescope”. When he looked from his telescope, he found out that Jupiter is revolved by its 4 moons. This made him believe the theory of Copernicus and supports it by his discovery. And just like what they did to Copernicus, the Church decided that Galileo was deviate and held him in a prison for the rest of his life. He died in his prison cell by the age of 77.


William Shakespeare

Who doesn’t know about the famous drama, Romeo and Juliet? It was created by William Shakespeare. William Shakespeare was born in 1564 in Stratford-Upon-Avon, Warwickshire, England. When he was 18, he married Anne Hathaway, which was 18 years older than him. They had 3 children, Susannah, and the twins, Hammet and Judith. Unfortunately, Hammet died in the age of 11 because of her sickness. Nobody knew his job when he was in the age of 20, but in 1592, he became an actor and a scriptwriter in Lord Chamberlain’s Men, a theatre company. Seven years after his death in 1616, his friends published Shakespeare’s drama collection, in 1 book. It contains 37 of Shakespeare’s drama scripts, such as the famous Romeo and Juliet, Hamlet, Macbeth, and Othello. His drama scripts, Julius Caesar and Anthony and Cleopatra uncovered the dark Roman History.

These are the people who had given their contribution to the world. Now it’s our turn to expand the knowledge from them to build the better world. To make this world not only a modern, but a better place to live. (Dee, Edu)

Source: Student’s Oxford Encyclopedia

Jurnalistik Van Lith Divisi Bahasa Inggris: Nimzo

Laporan OPP

OPP Solo: Penyiar Berita Televisi (TATV)
5-11 Juni 2011

Oleh: Stephanie Putri Diasti / XII A2

Laporan Catatan Harian

Hari Pertama: 5 Juni 2011

Hari itu akhirnya kami sampai di kota Solo. Kami sampai di Solo sekitar jam 10.00 pagi. Kami langsung disambut di kampus SMP PL Bintang Laut Surakarta oleh para orangtua murid, baik yang sudah alumni, maupun yang masih bersekolah di SMA PL Van Lith. Kami pun diberi briefing oleh para orangtua murid, bagaimana kami “bertahan hidup” di kota Solo. Banyak wejangan yang mereka berikan, yang berguna bagi kami, baik selama OPP maupun di kehidupan kami kelak.
Setelah itu kami diantar oleh orangtua murid ke rumah orangtua asuh kami masing-masing. Saya bersama Dipna segera diantar ke daerah Mojosongo. Kami berdua ternyata satu rumah, dan Ganang yang juga OPP di TATV tinggal di rumah orangtua murid. Kami tinggal di rumah Pak Sutarso. Beliau bukan orangtua murid, namun rumah beliau sering ditempati oleh anak-anak Van Lith yang OPP di Solo.
Hari itu kami hanya berdinamika dengan orang-orang rumah saja. Besoknya, hari Senin (6/6) baru lah kami ke TATV untuk mulai belajar. Kami mengetahui bahwa Bapak dan Ibu Sutarso mempunyai tiga orang anak. Mbak Ella, sudah menikah, sekarang mengajar di Semarang. Mas Akuh juga sudah kerja di Semarang, dan yang terakhir Mbak Magda, sudah menikah dan bekerja di Solo.
Keluarga Pak Sutarso sangat hangat dan menyenangkan. Mereka adalah orang-orang Katolik yang taat. Terlihat saat makan bersama, pasti mengawali dan mengakhiri dengan doa. Bahkan kami diajak untuk ikut memimpin doa, juga ikut doa bersama di lingkungan. Tentu kami ikut ajakan mereka. Tiap pulang dari TATV, kami segera mandi dan ikut kegiatan di lingkungan.

Hari Kedua: 6 Juni 2011

Hari ini kami mulai berangkat ke TATV. Kami mendapat instruksi untuk datang ke TATV jam 8 pagi. Maka kami sudah siap di TATV jam 8. Begitu datang ternyata kami diminta untuk menunggu. Pertama-tama kami ditemui oleh manajer dari TATV. Ternyata kami ditawari untuk mengikuti audisi Presenter di Solo Square, pada hari Sabtu (9/6). Karena hanya saya yang berniat untuk menjadi Presenter, maka saya yang akhirnya menyanggupi tawaran tersebut.
Beberapa selang waktu kemudian, kami bertemu dengan Manager HRD TATV. Kami dijelaskan kalau nanti kami akan dibimbing oleh salah satu produser bagian News. Beliau adalah Mas Widi. Kami juga diperkenalkan oleh asistennya yaitu Mbak Tika. Mereka menjelaskan kami bagaimana proses pencarian berita oleh wartawan, sampai akhirnya diterima oleh pemirsa di rumah.

Demikian bagan News Production di Televisi:

Diagram 1. Produksi Berita Televisi

Dari diagram tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas presenter adalah sebagai berikut:
 Voice Over (merekam pembacaan berita untuk dijadikan latar video berita)
 Membacakan Lead berita untuk pemirsa.
 Melayani pemirsa kalau ada telepon interaktif.
 Mewawancarai ketika kedatangan narasumber.
 Membawakan acara berita dengan baik.


Saya juga diberitahu syarat-syarat untuk menjadi Presenter oleh Mas Widi dan Mbak Tika:
 Dapat membaca berita dalam intonasi yang tepat, dan tempo yang cepat.
 Mempunyai suara yang jernih dan bagus, juga tegas.
 Saat acara berita berlangsung dapat membawakan acara dengan senyum dan santai.
 Berpenampilan bersih, rapi, smart, dan menarik.

Pada hari itu juga saya mendapat kesempatan untuk ngobrol-ngobrol dengan Mas Henry, salah satu presenter TATV. Ia membawakan “Kabar Gasik”, semacam “Breaking News” yang ditayangkan setiap jam dari pukul 10.00-13.00. Ternyata dia baru satu bulan bekerja sebagai presenter di TATV, jadi ia mengaku masih baru dalam dunia pertelevisian. Namun, ia sudah lama menjadi announcer di radio, sehingga ia sudah terlatih untuk berbicara cepat dan jelas. Memang biasanya sebelum menjadi presenter televisi, kebanyakan para presenter berkarya dahulu di radio, barulah terjun ke televisi.
Saya bertanya kepadanya bagaimana cara membangun percaya diri untuk dapat tampil di televisi. Katana kita harus bisa menganggap kritik sebagai teman dan jadi masukan yang bagus untuk kita untuk menjadi lebih baik. Kita juga baiknya tampil apa adanya saja, penampilan tidak usah terlalu menor atau mewah, karena kalau kita punya talenta dan mau mengembangkannya, pasti kita bisa menjadi presenter yang baik.
Mas Henry juga mengajari saya untuk memperhatikan kata-kata inti pada kalimat. Karena pada kata-kata itulah, penekanan intonasi dan nada saat pembacaan berita dilakukan. Misalnya pada kalimat, “Banjir kanal datang dari Bogor Sabtu malam ke Jakarta.” Penenkanannya menjadi seperti ini, “BANJIR kanal datang dari BOGOR Sabtu malam ke JAKARTA.” Jadi bisa dibilang kalau kata-kata inti di sini maksudnya adalah kata-kata yang sekiranya menarik bagi pemirsa. Kata-kata penjelas yang akan membuat pemirsa mengerti akan berita yang disampaikan, meskipun pemirsa hanya mendengar sekilas-sekilas.

Hari Ketiga, 7 Juni 2011

Hari ini saya bertemu dengan presenter wanita, namanya Mbak Arin. Ia adalah presenter berita kriminal yang programnya dinamakan “Kecrek”, tayangnya setiap sore. Ia menjelaskan bagaimana sikap tubuh yang baik saat membacakan berita di depan kamera.
• Sikap tubuh harus tegak dan tegap saat di depan kamera. Tidak bungkuk agar tidak dianggap rendah diri, tidak terlalu tegap untuk agar tidak dianggap menantang.
• Saat membacakan berita sambil duduk, pundak bisa bebas bergerak-gerak untuk menggerakkan tangan, sehingga presenter dapat lebih ekspresif dalam menyampaikan berita.
• Saat membacakan berita sambil berdiri, yang bergerak cukup lengan bawah saja.
• Mimik wajah yang digunakan saat menyampaikan berita:
o Gembira/berita ringan: senyum
o Duka/berita bencana: mata sedih
o Serius/ berita yang tidak biasa (misalnya berita kembar siam): dahi berkerut-kerut
Lalu hari itu saya diajak Mas Widi untuk mencoba Voice Over. Dari hasil rekaman suara saya, Mas Widi berkomentar bahwa dengan lebih banyak berlatih, saya dapat membacakan berita dengan baik. Saya butuh latihan untuk menjaga nada suara untuk tetap datar, karena pada pembacaan berita tidak dibutuhkan suara dengan nada yang terlalu variatif.

Hari Keempat: 8 Juni 2011
Saya bertemu dan dimentori lagi oleh Mbak Arin hari ini. Saya diajaknya untuk VO dan siberi tips-tips agar pembacaan yang dihasilkan dapat bagus dan diterima pemirsa dengan baik. Sebetulnya cara membaca suatu berita itu berbeda-beda, tergantung jenis berita yang dibacakan. Berikut cara-cara membaca berita, dibedakan menurut jenis berita yang akan dibacakan.
 Straight News (berita serius): cepat, tegas, rata.
 Soft News (kabar baik/berita gembira): nada membaca boleh lebih bervariasi pada kata-kata yang butuh penekanan.
 Feature (humaniora): pembacaan boleh dilebih-lebihkan.
Mbak Arin juga memberikan penjelasan mengenai riasan yang dipakai presenter untuk tampil di TV. Make up yang digunakan memang tebal, berhubung lighting yang luar biasa di studio chromacy (studio dengan latar belakang hijau untuk di-edit sesuai keinginan). Kalau terlalu tipis, nanti di kamera tidak kelihatan. Baju yang digunakan juga yang rapid an aksesoris yang digunakan tidak usah terlalu mencolok.

Hari Kelima: 9 Juni 2011
Hari ini cukup istimewa, karena kami diajak untuk siaran secara off-air di Balai Kota Surakarta. Ternyata untuk siaran off-air seperti itu butuh bus yang memuat alat-alat pemancar untuk diterima studio TV. Sembari menunggu waktu siaran, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan Mas Seno, presenter yang bertugas hari itu. Ia memberikan saya hal-hal yang dapat dijalani untuk membawakan acara berita off-air tanpa prompter.
1. Berusaha untuk tenang dan fokus sehingga bisa konsentrasi, meskipun suasana tidak setenang seperti biasanya di studio.
2. Wajib menatap kepada pemirsa (kamera) pada saat opening, closing, akhir Lead berita, dan pengantar sebelum jeda iklan.

Mas Seno juga mengajarkan susunan opening, closing dan teasing sebelum iklan:

 OPENING: [SALAM]/// [INTI ACARA]/// [NAMA PRESENTER]/// [NAMA ACARA]///
 CLOSING: [WAKTU SUDAH SELESAI]/// [UCAPAN TERIMA KASIH]/// [NAMA PRESENTER]/// [NAMA ACARA]///
 TEASING: [JUDUL BERITA SELANJUTNYA]/// [PENGANTAR IKLAN]///


Hari Keenam: 10 Juni 2011
Hari ini saya mengikuti Presenter Hunt yang waktu itu saya sanggupi. Saya ke Solo Square diantar oleh PAVALI Solo 18. Saya sudah berusaha sebisa saya, namun memang untuk riasan saya tidak mempersiapkan secara matang. Jadi saya tidak mendapat apa-apa dalam kompetisi tersebut. Namun saya mendapat pengalaman membacakan berita di depan kamera, langsung dan ditonton oleh banyak orang. Ternyata membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi dan konsentrasi yang luar biasa.


Pertanyaan-pertanyaan Reflektif

1. Apakah saudara sudah menemukan panggilan hidup dari banyak pilihan untuk masa depan?

Ya, saya sudah menemukan panggilan hidup saya.

2. Bila sudah, bidang profesi apa yang menjadi panggilan hidup saudara?

Saya berencana untuk bekerja di bidang komunikasi, terutama dunia Broadcasting. Banyak pilihan pekerjaan di bidang tersebut, namun saya paling tertarik untuk menjadi Presenter Berita.

3. Bila belum, apa yang... (tidak perlu dijawab)

4. Apakah yang sudah saudara siapkan dan yang akan disiapkan untuk menjawab panggilan atau cita-cita saudara tersebut?

Saya sudah dua kali ikut lomba Presenter Berita. Meskipun belum pernah berhasil menjadi juara, namun saya bisa dibilang sudah punya bekal pengalaman dan pengetahuan. Saya juga konsisten dalam memilih bidang OPP yang dulu saya ikuti yaitu Presenter Berita. Saya merasa sudah cukup pengalaman itu untuk sekarang. Nanti saya akan kuliah Ilmu Komunikasi untuk memperdalam ilmu mengenai bidang ini dan akan banyak magang di berbagai stasiun televisi.

5. Hal-hal apa yang mendorong untuk menggeluti panggilan hidup yang saudara temukan tersebut?

Kecintaan saya terhadap media dan keinginan saya untuk mengedukasi masyarakat lewat informasi mendorong saya untuk menggeluti profesi sebagai awak media, khususnya Presenter Berita
6. Apakah panggilan hidup atau cita-cita saudara tersebut berguna bagi hidup masyarakat? Jelaskan jawaban saudara.

Cita-cita saya ini berguna bagi orang-orang yang membutuhkan informasi secara cepat mengenai isu-isu publik.

7. Apakah saudara menemukan informasi dan fakta yang menguatkan panggilan profesi saudara di masa yang akan datang, ataukah justru sebaliknya?

Saya diberitahu oleh orang TATV kalau modal suara saya sudah cukup bagus, tinggal mengembangkannya saja. Saya sebetulnya waktu lomba presenter di Jogja sempat masuk semifinal, namun karena bencana Merapi, saya terpaksa pulang ke Bekasi dan tidak dapat melanjutkan lomba tersebut. Pada dasarnya saya orangnya suka ngomong dan cukup berani untuk tampil di depan banyak orang. Saya yakin apabila saya berusaha, saya mampu untuk mencapai impian saya ini.

Source: http://dizftrq.blogspot.com/

Orientasi Panggilan Profesi

Sekarang diz lagi di Solo nih. Diz tinggal di SOLO selama 5-11 Juni ini dalam rangka menjalani Orientasi Panggilan Profesi. Salah satu acara Van Lith yang gak ada habisnya dan aneh-aneh. :"p

Anyway, Orientasi Panggilan Profesi yang biasa disingkat OPP ini gunanya supaya kami anak-anak Van Lith bisa mengerti bagaimana beradaptasi dengan lingkungan kerja tempat kami bakalan kerja. Misalnya temennya diz nih namanya Nandit, kan dia mau jadi novelis, nah, dia ditempatin sama sekolah di Bandung, buat ketemu sama seorang novelis dan ikut si novelis itu ke setiap kegiatan. Asik bener itu si Nandit. Ternyata novelis yang dia tumpangi itu temennya si Luna Torashyngu! Dan... nanti Nandit dijanjikan bakal ketemu si Luna Torashyngu! Asik banget! :"D

Oya, kata Nandit Luna Torashyngu emang beneran cowok lho. Diz udah denger-denger sih. Tapi diz rada gak percaya. Ternyata bener. Coba deh cek di
Facebook Luna Torashyngu. Di situ ada keterangan dia married ama cewek, profpic-nya foto anaknya tuh. Kata Nandit namanya Luna. :"D

Eh? Kalo diz sendiri?
Hehehe *ehem*, well, diz kan udah post di sini kalau diz pengen, ngebet banget buat jadi penyiar televisi. Jadinya diz ditempatin di TATV, salah satu TV lokal Solo. Di sini diz ditempatin sama 2 temen diz. Pertama si Ganang yang mau jadi Broadcaster, juga sama si Dipna yang mau jadi Wartawan TV. Tapi katanya sih si Dipna jadi tertarik sama artistik panggung tuhhh. *colek dipna*

Diz belajar banyaaaakkk banget. Mulai dari kerjaan presenter selain siaran, dan juga cara-cara jadi presenter yang baik. Makasih banget deh diz sama mbak2 dan mas2 di sana. Teruatama mbak2 dan mas2 presenternya yang cakeup-cakeuuuppp!! u,u hehehe

Sekian dulu, doain ya biar diz bisa jadi penyiar berita TV! :"D

V,
dia...Z


Source: http://dizftrq.blogspot.com/

Mulailah dengan Mimpi (Studi Banding Vlodz dengan Swaragama FM)

Pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2011 yang lalu, sepulang sekolah anak-anak anggota crew Vlodz segera naik bus carteran menuju Yogyakarta. Memang pada hari itu Van Lith mengadakan acara studi banding Jurnalistik Van Lith (JVL) dan Vlodz ke Kompas Jawa Tengah untuk JVL dan Swaragama FM untuk Vlodz. Tujuan acara ini supaya anak-anak yang tergabung dalam JVL dan Vlodz dapat mengetahui bagaimana mengelola majalah dan radio secara profesional.

Kebetulan saya sebagai penyiar (sebutan kerennya, DJ) Vlodz ikut studi banding ke Swaragama FM. Sebetulnya saya juga diberi kesempatan untuk ke Kompas Jawa Tengah, karena saya juga adalah seorang reporter Nimzo yang tergabung dalam JVL. Namun, saya lebih tertarik dengan dunia radio dibandingkan dengan dunia media cetak, maka saya ikut dengan crew Vlodz ke Swaragama FM.

Karena ada beberapa crew Vlodz yang merangkap JVL seperti saya, maka tidak semua anggota crew Vlodz ikut ke Swaragama, seperti Vania, Judith dan Norma, yang lebih tertarik untuk ke kantor Kompas Jawa Tengah. Saya tidak menyesali keputusan saya ini, karena ternyata kunjungan ke Swaragama FM ini menyenangkan sekali.

Sesampai di kantor Swaragama FM, kami dipersilahkan menempati suatu ruang pertemuan. Di sana kami diberi minum dan dibagikan majalah My Magz, gratis. Kemudian kami mengetahui bahwa My Magz merupakan majalah yang masih merupakan proyek sampingan dari Swaragama FM.

Selanjutnya kami tidak diberikan presentasi macam-macam. Kami pertama-tama dikenalkan oleh para narasumber. Narasumber kami yang pertama adalah seorang Manager Production Director Swaragama FM, kami memanggilnya Mas Boma. Ada juga Mbak Ayu, salah satu DJ Swaragam FM, lalu Mas Deka yang ternyata Editor in Chief majalah My Magz yang saat itu sedang kami pegang.

“Daripada kami menguliahi kalian bagaimana Swaragama, lebih baik langsung saja kita tanya jawab. Tanya apa aja boleh, kalau bisa kami pasti langsung jawab,” kata Mas Boma waktu itu. Maka kami langsung saja mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar Swaragama, dan pengelolaan radio.

Dari hasil tanya jawab itu kami mendapatkan wawasan bahwa suatu siaran yang baik harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Setiap selesai siaran, penting juga untuk evaluasi, agar ke depannya bisa menjadi lebih baik lagi. Perlu juga mempromosikan suatu acara dan mempersiapkan teknis acara itu dengan maksimal, supaya hasilnya maksimal pula. Untuk kebutuhan promosi itulah, My Magz dibuat oleh Swaragama, yang ternyata juga sering memuat profil penyiar dan ulasan program-program di Swaragama FM.

Lalu Medi, salah satu Music director Vlodz menanyakan lagu-lagu apa yang sekarang digandrungi orang banyak. Ternyata, lagu-lagu yang sering di-request oleh pendengar Swaragama FM 70% merupakan lagu-lagu Indonesia. Meskipun para narasumber kami berpendapat bahwa musik Indonesia masih butuh banyak perkembangan dan perbaikan, namun kenyataannya masyarakat lebih menyukai lagu-lagu Indonesia.

“Kalau selera pendengar kami memang seperti itu. Nah, permasalahannya apa pendengar kami sama seperti pendengar kalian? Tentu anak Van Lith selera musiknya mungkin beda, dong. Yang tahu ya kalian sendiri anak Van Lith. Maka kalian sebagai radio harus menjalin komunikasi yang baik dengan pendengar kalian. Acara request itu ya gunanya supaya kami tahu selera musik pendengar kami dan kami dapat membuat chart,” cerita Mbak Ayu sambil memberi saran. Narasumber kami juga memberi saran untuk menyesuaikan lagu dengan waktu siaran. Misalnya kalau pagi, putarlah lagu pembangkit semangat, atau yang slow untuk menambah kenyamanan suasana pagi.

“Kalau siang juga dianjurkan lagunya yang slow untuk menemani orang-orang yang sudah mulai kelelahan bekerja atau bersekolah dan kelaparan. Kalau kita ngasih lagu-lagu rock, bisa-bisa emosi mereka, channel kita diganti deh,” kata Mas Boma.

Saya juga sempat bertanya kepada Mbak Ayu, penyiar senior Swaragama. Saya waktu itu menanyakan bagaimana menjadi penyiar yang menarik dan disukai.

Mbak Ayu mengatakan bahwa menjadi penyiar itu sebaiknya santai, supaya pendengar tidak terbawa emosi oleh suara si Penyiar. Suara penyiar juga diusahakan untuk enak didengar. Penyiar juga membawakan acara harus sesuai dengan bahan siaran. Jangan pertamanya mebicarakan tempat makan, lalu melenceng menjadi membicarakan politik. Itu tidak baik dan pendengar akan bingung dibuatnya. Penyiar yang menarik itu juga biasanya penyiar-penyiar yang jago melucu, sehingga membuat suasana menjadi segar.

“Kalau kamu nyantai membawakan acara kamu, maka nanti kamu akan terbawa sendiri sampai bisa membawakan acara kamu dengan asyik dan nyambung sama para pendengar. Mungkin ada beberapa orang yang gak suka sama siaran kamu, tapi selama masih ada 2/3 dari para pendengar yang suka sama siaranmu, minimal bilang kalau siaran kamu bagus, itu udah oke kok. Santai saja, karena memang tidak semua orang, tidak semua konsumen bisa dipuaskan,” kata Mas Deka yang ternyata dulu juga salah satu DJ di Swaragama FM memberi saran dan nasihat.

Lucky sang Producer menanyakan sebetulnya apa saja yang bisa dijadikan bahan siaran. Para narasumber memberitahu kami kalau para pendengar senang apabila bisa dilibatkan dalam siaran. Maka kami dianjurkan membuat program-program yang bisa berinteraksi dengan para pendengar. Misalnya games, wawancara, request dan sebagainya.

Demikianlah kira-kira hasil tanya jawab kami dengan Swaragama FM. Interaktif dan mengasyikan, sehingga cukup lama juga kami bertanya jawab, sekitar satu jam. Setelah itu kami dibawa tur keliling Swaragama. Kami melihat sendiri proses pembuatan iklan radio, dan juga melihat acara Sunset Drive yang hari itu sedang berlangsung. Dalam acara itu, Rino dan Medi sempat berbicara on-air, disiarkan langsung oleh Swaragama. Ternyata, acara Sunset Drive yang dipandu Fania Zetira dan Teddy Muslich itu diulas dalam majalah My Magz yang saat itu sedang kami pegang. Kami juga sempat berfoto-foto dengan Fania Zetira dan Teddy Muslich.

Setelah berkeliling-keliling, kami kembali ke ruang pertemuan. Di ruang pertemuan kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak Swaragama yang telah bermurah hati mengizinkan kami belajar macam-macam dari mereka. Kami memberikan piagam Van Lith sebagai kenang-kenangan. Lalu, ternyata ada kejutan menyenangkan buat Vlodz. Kami diberi oleh Swaragama FM 10 keping CD album musik, beserta bocoran chart musik dalam dan luar negeri yang sungguh berguna buat referensi kami. Mereka memang luar biasa murah hati. Kami jadi ingin membawa Vlodz menjadi seperti Swaragama FM.

“Kalian kalau mau usaha pasti bisa. Swaragama juga awalnya radio kuliah mirip-mirip kalian kok. Swaragama bisa menjadi besar seperti ini juga awalnya sebuah mimpi. Memang sulit perizinannya segala macem buat mewujudkannya, tapi kalau kalian mau dan ada usaha, pasti kalian bisa. Nanti kami bantu dengan doa. Hehehe,” kata Mas Boma ketika Rino mengutarakan impian kami ini.

Setelah ber-sayonara, kami pun akhirnya kembali naik bus, pulang ke Muntilan. Sungguh, meskipun hanya beberapa jam, kami merasa sudah belajar banyak sekali dari Swaragama FM. Saya berharap semoga dengan wawasan kami yang bertambah ini dapat membuat kami semakin baik dalam menjalankan Vlodz. Memang masih sebuah mimpi untuk mewujudkan Vlodz menjadi sebanding dengan Swaragama FM, namun semoga mimpi yang baru dimulai ini dapat diwujudkan di kemudian hari. (Dee)


Apa kata mereka tentang Studi Banding Vlodz ke Swaragama FM?


Seneng banget karena sebetulnya sebagai producer radio, aku jarang dengerin radio, dulunya gak gitu ngerti tentang radio. Tahu-tahu dapet kesempatan kayak gini, dapet pengetahuan banyak tentang radio. Aku jadi berangan-angan buat ngebikin Vlodz jadi kayak mereka (Swaragama-red).
Lucky XIA2, Producer Vlodz

Acaranya lancar dan menyenangkan.
Carina X-5, Creative Team Vlodz

Bikin kita jadi lebih mengerti mau dikemanakan Vlodz ke depannya, orang lain jadi lebih mengerti Vlodz, komunikasi dengan pendengar jadi lebih terjalin.
Ronny Barus X-4, Executive Manager Vlodz

Source: http://dizftrq.blogspot.com/

Retret Kesadaran dan Keterlibatan Sosial

Ini adalah salah satu kegiatan tahunan di Van Lith Muntilan Senior High School and Dormitory. Kegiatan yang disingkat RKKS ini membuat siswa-siswi Van Lith terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap remeh masyarakat. Misalnya pelayan, pemulung, buruh, kuli, dsb. Kami juga tinggal di rumah para pelayan/pemulung/ buruh/ kuli itu, jadi langsung merasakan bagaimana hidup sebagai mereka.

Err, biar jelas, RKKS bisa dibilang nama lain dari Live-In. ^^

Lanjut. Jadi, waktu itu diz diberitahu kalo diz ditempatkan di SOLO. Ya oloh, sumpah, saya gak punya sodara/siapa2 di solo, mampir juga gak pernah, cuma sekedar lewat juga enggak! Langsung deg2an ngebayangin nasib saya di sana. Tapi ya diz nyantai aja lah. Kalo dibawa pikiran ntar pusing sendiri.

Kami naik bus rame2 ke Solo. Sampai di Solo hari Minggu jam 11-an siang. Kami turun di terminal Tirtonadi, lalu dijemput mas2 PAVALI buat ke Wisma Mahasiswa Solo. (FYI: PAVALI singkatan dari Paguyuban Van Lith, isinya alumni2 Van Lith. Gak cuma sekedar buat kumpul kangen, tapi juga bergerak dalam bidang sosial. Misalnya nih usaha recovery daerah2 yang kena bencana merapi kemaren. Yang bikin posko merapi di sekolah dulu juga PAVALI, lho. PAVALI juga bantuin sekolah buat bikin acara kayak RKKS ini. Btw, saya udah gak sabar jadi PAVALI! Ayo dong Tuhan, cepetan lulus.... >,<)
Oya, kami juga ketemu sama Pak Baluk ama Sr. Ariati, Pendamping di Solo. Tiap kota emang ada satu Pendamping yang ngawasin. Kota2 tempat RKKS itu ada Magelang, Yogya, Semarang dan Solo. (FYI: guru2 di Van Lith disebut "Pendamping". Jadi kami belajar "didampingi" bukan "digurui". ;"p)

Terus di Wisma Mahasiswa kami istirahat, abis itu briefing. Ada 31 anak Van Lith yang live-in di Solo. Cewek2nya klo saya gak salah ada saya, Tala, Vero, Imel, Sari, Tika, Ridha, Wenita, Asih, Lisa, dan Bela. Cowok2nya saya lupa. Maklum, populasi cowok di Van Lith emang berlebih. Saya ingetnya cuma beberapa yang "bernasib sial" aja...

Contohnya Pedro. Waktu istirahat ada mas2 PAVALI nggeletakin kertas pembagian kerjaan gitu aja. Nah, si Pedro ini ngintip. Ternyata dia jadi penjual jamu keliling. Dia udah seneng tuh dapet kerjaan yang radha mending. Tapi pas briefing, ternyata kerjaannya diganti jadi Pemulung.

Jadi kawan, gak usahlah ngintip hal2 yang bukan hak anda.

Terus ada juga temenku si Chandra. Dia jadi penjaga malam di GOR nemenin satpan yang udah ada di sana. Nah, dia tuh udah dipesenin buat hati2, jangan ampe ngagetin bapaknya yang kayaknya punya penyakit jantung.

Bayangin waktu Chandra jaga malem2, terus "ada yang lewat", terus dia kaget, terus ngangetin bapaknya. Bisa berabe.

Untungnya, itu gak terjadi. ;"p

Dan saya?
Saya jadi pelayan warung makan. Ibu di tempat saya live-in baik banget dah sumpah. Saya jadi terharu.

Tapi ya.. ternyata capek juga bolak-balik beresin meja, nyuci piring segunung... @.@

Moga2 kerjaan kayak gini, suatu saat lebih dihargai kayak di negara2 lain yang ngehargain banget kerja tangan.

Oya temen2, klo makan di restoran, warung makan, maupun di rumah dihabisin ya makanannya. Saya sakit ati sendiri ngebuang makanan2 sisa. Sayang! Mari kita bersyukur masih bisa makan dengan menghargai dan menghabiskan makanan. Masih banyak sesama kita di luar sana yang mati kelaparan, yang musti ngais2 sampah cuma buat makan.

Keep smiling, keep praying, and thank the Lord!

V,
dia...Z


Source: http://dizftrq.blogspot.com/

Pasca Merapi

Nih, diz menulis ini di kota Muntilan tercinta yang sempat diz tinggalkan beberapa minggu yang lalu selama beberapa minggu karena adanya bencana letusan Gunung Merapi. Jadi, tanggal 4 November yang lalu Merapi kan njebluk. Sekolah diz, Van Lith Muntilan Senior High School Dormitory, menyuruh semua murid-muridnya ninggalin sekolah, tapi harus dijemput pake mobil. Emang sih, gila aja kalo waktu itu pake motor, debu mabul-mabul, jarak pandang paling cuma berapa meter.

Ya udah, diz bareng beberapa temen numpang mobil om-nya tmen diz, namanya Annie. Annie nganter diz sama temen diz yang namanya Icha ke rumah eyangnya Icha di Jogja. Nginep diz di rumahnya Icha semalem. Terus besok paginya ada berita jarak aman jadi 25 km, rumahnya Icha 27 km... Yahh... say good bye lah saya ke keluarganya Icha yang ke Wonosari, diz ke rumah mbahnya diz di Wates.

Untungnya ortu diz lagi di Purwokerto ada acara. Ya udah, mereka langsung ke Wates jemput diz buat ke Bekasi. Nah, si Icha ikutan pulang, jadi Icha ke rumah mbahnya diz, terus kami bareng2 ke Bekasi (Icha ke Jakarta).

Sementara itu, ada beberapa temen2 diz yang nggak pulang kemana-mana. Temen2 diz yang cowok, berani dan gagah perkasa bersama beberapa alumni yang di Jogja membangun posko di Van Lith. Wah, pokoknya cerita mereka seru banget deh. Dari menghadapi pengungsi yang banyak maunya, kekurangan logistik, kelebihan logistik, dan yang paling bikin diz ikutan ngeri waktu jarak aman jadi 25 km. Padahal sekolah diz 18 km. Wah, diz diceritain mereka rada pusing juga mikirin mengungsikan pengungsinya gimana.

Yah, pokoknya semuanya udah berakhir. Muntilan sudah mulai menghijau lagi setelah beberapa waktu pemandangannya abu-abu melulu, bikin sakit mata. Thanks God...

Oya, selama 2 minggu diz di Bekasi, diz gak cuma diem di rumah lhoo... Sekolahnya diz udah koordinasi sama Depdiknas supaya murid-muridnya bisa sekolah di sekolah mana aja. Kan murid2 Van Lith dari macem2 daerah, ya udah kami sekolah di tempat pengungsian masing2. Diz ditempatin di SMA Negeri 1 Bekasi. Temen2 di sana ramah2 dan baik2, seru2 pula. Pokoknya diz betah2 aja sekolah di sana. Tapi kewajiban dan kecintaan diz sama Van Lith membuat diz balik lagi ke muntilan, kota sederhana tercinta ini, meskipun kadang2 diz jenuh sama Van Lith.

Gak ada orang yang bener-bener sayang sama sekolahnya atau bener-bener benci sama sekolahnya. Yang ada orang yang bener-bener sayang sekaligus bener-bener benci sama sekolahnya. :"P

I Hate Van Lith 100%, I Love Van Lith 100%, I "heart" Van Lith 200%. :"D

Terus, di Muntilan kan kena ujan pasir. Wah pokoknya pasir melimpah banget di jalan-jalan di halaman. Tapi kayaknya gak bisa buat di
bikin bangunan deh. TT

Untung sekarang udah musim ujan, jadi gak terlalu berdebu lah. Debunya larut dalam air.

Meskipun di sini semua udah mendingan, tapi buat temen2 yang masih mau ngirim bantuan gak usah ragu lho.. Soalnya masih banyak saudara2 kita yang di lereng merapi yang kehilangan harta bendanya. Kalo mau kirim aja ke sini:

Rekening POSKO VL PEDULI MERAPI : BRI a.n Br. Albertus Haryadi rek: 0251-01-013946-505 Mandiri 137-00-0648100-2 Martinus Satriyo Hadiwibowo.


Bantuan kalian gak pernah telat! ^^

Merapi... Seratus tahun lagi ya sampe kayak kemarin lagi...

V,
dia...Z


Source: http://dizftrq.blogspot.com/

Homestay Van Lith Muntilan SHSD Gen. XIX, Gantang- Kadileben, Sawangan

Waa, seru bgt deh kmaren homestay di Desa Gantang. Diz ampe ketagihan dan pengen balik lagi. Bener2 pengalaman sekali seumur hidup yang tak terlupakan! >.<>

  • kegiatan tahunan khusus kelas X Van Lith Senior High School Dormitory, sebagai pengisi waktu libur saat kakak2 kelas XII pada UN.

  • yaitu, anak2 kelas X Van Lith SHSD diwajibkan untuk menginap di rumah penduduk yg KLMT (Kecil Lemah, Miskin dan Tersingkir) di daerah pedesaan, dgn tujuan anak2 Van Lith ikut ngerasain gmn hidup sebagai orang yg KLMT.

  • Nah, Klo di-Indonesiakan, "homestay" kira2 artinya "tinggal di rumah"... (^^'?)
    Yahh, gitulah kira2 definisi dari "homestay".

    Jadi...
    Hari Minggu, tgl 21 Maret, aku bareng tmen2 seangkatanku ank. 19 naik TRUK (sekali lagi TRUK) (baru pertama kali saya naik truk. Sensasinya gimanaa gitu.) Kami "diangkut" ke daerah Sawangan. Ada 4 truk, 2 truk ke Gantang, 2 Truk ke Kadileben. Di Kali Gantang (atau kali apa ya? Diz gak tau ding namanya) keempat ruk berpisah menuju daerah masing2.

    Habis itu, kami kumpul sebentar di kapel di masing2 wilayah, dan akhirnya dijemput oleh orangtua asuh; Bapak/Ibu yang punya rumah yang bakal kami tempatin. Saya serumah sama temen sekelas saya, Vicky. Kami cuma diberitau siapa nama kepala keluarga yang akan kami tempati, kami gak dikasi tau giman watak beliau, keadaan rumah de-el-el. Cuma dikasih tahu nama bapak asuh kami Pak Nurgianto, dan kami akn tinggal di Lingkungan Gantang 1.

    Dann...
    kami disuruh mengikuti seorang bapak. Masuk gang kecil, belok2, dan akhirnya sampai di sebuah rumah yg kecil dan berlantaikan tanah. Abis kenalan, basa-basi sama bapak dan ibu, kami istirahat sambil cerita2. Besok baru deh...

    The adventure was begun....

    Kami bangun pagi, bantuin ibu masak, ke ladang, bantuin ngitung bambu dan ngarit. Diz bener2 ngeras diz gak berguna apa-apa. Soalnya diz gak bisa (dan gak dibolehin sama bapak-ibu) buat ngangkat yang berat2. Ibu asuhku, walaupun umurnya udah sekitar 50-an, kepala dan lehernya kuat lho buat ngangkat bebean rumput buat pakan sapi kira2 1 kwintal. O.o ckckckck, saya saja yg bru 16 tahun gak bisa...

    Trus pulang, mandi, masak makan siang, istirahat, sorenya ngeteh bareng bapak sambil cerita2.

    Eeehhh, maksudnya "istirahat" di atas itu... tidur siang. :"p
    Abiss, bapak ibu pasti gak ngebolehin aku ma Vicky ikut ke ladang klo udh siang. Yaudah. Yang bisa kami lakukan hanya menunggu sambil bobok. Ataumain ke rumah temen2 yg lain yg jga ditempatin di Gantang 1. Ada Jumi, Miun, Dini, Dewi, Aldo, David, Adit dan Ciput. Malah ada temen2 yg dari Kadileben main ke Gantang. Wuiihhh, padahal butuh waktu 1,5 jam lho, Gantang-Kadileben.

    Trus, klo udah sore, ngobrol ama bapaknya. Bapak cerita, hidup jadi petani itu susah, hanya dengan pinjaman modal, mereka harus bisa berusaha mengembalikan modal tersebut dengan hasil panenan. Tapi... kadang2 harga2 bisa sangat turun. Cabe sekilo cuma dihargai 5-8ribu. Bayangin! Dari benih ampe berbuah butuh waktu kurang lebih 6 bulan. Belum pupuknya, air klo gak ujan, dan alat bahan lainyg gak murah, akhirnya cuma dihargain segitu. Belum tentu Bapak-Ibu bisa balik modal.

    Tapi, meskipun kayak gitu, anehnya, mereka masih bisa tersenyum, dan memeberikan segala yang terbaik bwt aku ma Vicky. Klo sore2 digorengin tape, dan dibuatin teh anget manis, bener2... mereka memberi dari kekurangan mereka, buakn dari kelebihan mereka.

    Dari bapak dan ibu, diz bner2 belajar arti "menghargai" dan "bersyukur". :")

    Dah lanjut. Abis ngobrol2, bantuin ibu masak lagi, makan malem, ngobrol dikit, trus bobok.

    Kira2 gitulah siklus idup diz selam di Desa Gantang sampe hari kamis tanggal 25 Maret. ^^

    Oy, hari Selasanya, tgl 23 Maret, Anak2 dari SMTIK PIKA Semarang (moga2 saya gak salah ketik) juga dateng ke desa Gantang bwt Homestay. Trus anak Van Lith ma Anak PIKA kenalan, saling silaturrahmi (baca: tukeran alamat fb), dan kerja bareng di ladang metik cabe. X"P
    Nice to know you, PIKA! Salam dari Muntilan!

    Yap, gitulah pengalaman saya selama homestay di Desa Gantang. Dari yg gempor ke ladang, kaget begitu tau di sebelah dapur ternyta langsung kandang sapi, seneng but capek plus tambah item waktu manen cabe bareng anak2 PIKA, itu semua jadi pengalaman idup yg bakal diz inget sampe kapan pun.

    Trus...
    hari Kamis tanggal 25 Maret, paginya aku metik cbe bareng anak2 PIKA, ladangnya gak terlalu luas dan banyak pekerja (rame2, bo), selesainya sebentar.
    Lalu, pulang dari ladang, aku ma Vicky mandi trus packing buat pulang. Abis makan, kami pamit pulang. Sedihhh banget rasanya musti ninggalin bapak ibu yg udah baik banget ama kami berdua. Diz jadi kangen mereka dan pengen balik lagi nih.. >.< :"( Diz nahan air mata waktu itu... takut klo nangis, bapak-ibu malah ikutan sedih... Setelah pamit, akhirnya diz pulang juga ke asrama (masih pake TRUK). Dan balik lagi ke rutinitas asrama-seklah... Well, dari pengalaman ini, diz ngrasa bnyak bgt belajar. Didesa itu, sopan santun, ramah tamah, masih mengakar dengan kuat dan masih diterapkan. Tiap kali diz jalan2, pasti org2 bilang, "Monggo, Mbak--Mari Mbak," atau, "Pinarak, Mbak?--Mampir Mbak?" Padahal, mereka kenal aku aja enggak.
    Klo dibandingin ama Bekasi... klo kita disapa orang di jalan, pasti malah bingung, malahan nganggep yang nyapa gila, gak kenal juga... Sadly, paling engga buatku.

    Hidup bersama Pak Nur dan Bu Tutik selama 5 hari itu bner2 membuka mataku. :")
    Diz berharap, klo diz udah gede, diz bisa balik ke Desa Gantang bwt ngbantuin masyarakat di sana yg bener2 berkekurangan.

    Desa Gantang... I love that place so much.
    I will come back again, sometime. I promise.

    V,
    dia...Z

    PS:
    1. Sayang banget diz gak punya kamera dan emang gak boleh bw selam homestay. Padahal banyak pemandangan bagus dan pengalaman berkesan utk dipotret. T_T
    2. This article also can be read on my fb note.
    Source: http://dizftrq.blogspot.com/