Minggu, 22 April 2012

Anak Asrama - Juara I MuDA Creativity Ke-5

Pada tanggal 10 Maret 2012 lalu, para peserta (yang disebut volunter) MuDA Creativity merayakan anniversary mereka yang ke-5. Dalam acara ini, diumumkan pula para pemenang kompetisi kreatif (artikel, komik, dll.) dengan tema: "Investo, Investasikan Energimu Untuk Bumi". Pemenang pertama kompetisi penulisan adalah Hilaria Norma Wigati dan Santa Elisabeth Gloria Paramita dari SMA Pangudi Luhur Van Lith, yang artikelnya akan penulis re-publish di sini. Artikel mereka diterbitkan pertama kali oleh Harian KOMPAS, hari Jumat, 30 Maret 2012, berjudul "Anak Asrama", yang menceritakan bagaimana anak-anak asrama diwajibkan hidup sederhana, kemudian secara tidak sadar ikut berperan langsung dalam penghematan energi bumi.

Penulis berharap dengan ditampilkannya artikel mereka di sini, Jurnalis Remaja lainnya dapat lebih semangat lagi dalam meraih prestasi, khususnya dalam bidang jurnalistik. Lebih khusus lagi, penulis juga berharap para pembaca dapat mencoba hidup sederhana mencontoh anak-anak asrama untuk berpartisipasi dalam penghematan energi bumi.

Selamat membaca! :)

Anak Asrama
Jangan heran kalau melihat anak SMA jarang membawa "handphone", apalagi di zaman yang serba modern ini. Terlihat primitif gak, sih? Namun, inilah kami, dua siswi SMA yang diwajibkan tinggal di dalam asrama di sebuah kota kecil, Muntilan.

Tinggal di sebuah kota kecil bukan berarti kami tidak up to date dengan teknologi. Namun, ini merupakan sebuah pilihan bagi kami. Selama hampir tiga tahun di lereng Gunung Merapi, kami menjalani kehidupan di dalam sebuah asrama.

Pada tahun pertama, kami dituntut untuk tidak membawa handphone (HP) yang sudah menjadi kebutuhan remaja zaman sekarang. Terasa asing ketika kami sulit berkomunikasi, terutama dengan dunia luar yang bisa bebas update status dan berkirim pesan lewat BBM (Blackberry Messenger) setiap saat, atau mengetahui berita terbaru melalui gadget.

Tahun kedua, kamii diperbolehkan membawa HP meskipun penggunannya terbatas, hanya dua kali seminggu.

Bukan hanya itu, saat ini banyak sekolah yang menyediakan fasilitas ruangan yang menggunakan pendingin ruangan alias air conditioner, tetapi tidak untuk sekolah dan asrama kami yang hidup dalam kesederhanaan. Kami diajari untuk hidup saling berbagi. Contohnya, asrama putra dan asrama putri hanya menyediakan 30 komputer untuk semua siswa yang pemakaiannya dibatasi. Menjengkelkan, bukan? Apalagi kalau tugas-tugas mulai menumpuk dan kami harus bersabar mengantre menggunakan komputer.

Di sini kami tidak hanya tinggal bersama 1 sampai 2 orang, lho, tetapi juga bersama 499 orang lainnya. Bayangkan saja, berapa banyak sampah yang sudah berhasil kami ciptakan? Enggak kebayang, kan? Untungnya kami peduli dan berhasil mengurangi akibat buruk dari sampah-sampah ciptaan kami.

Contoh kecil saja, para siswi membersihkan pembalut yang telah dipakai dan memisahkan kapas dari plastiknya sebelum membuangnya. Selain itu, kami juga memisahkan sampah plastik dan botol, yang nantinya akan didaur ulang.

Menanam pohon
Kami jadi ingat, ketika masa orientasi siswa di sekolah, 153 pohon telah kami tanam di sekitar lingkungan sekolah. Hal yang sama juga dilakukan oleh angkatan-angkatan berikutnya, dan pada tahun 2011 sudah dilakukan oleh angkatan ke-21.

Sayangnya, di tahun 2010 terjadi sebuah bencana alam besar. Kalian tentu ingat kejadian yang menimpa masyarakat sekitar Gunung Merapi hampir 1,5 tahun yang lalu.

Muntahan gunung teraktif se-Indonesia itu mampu meluluhlantakan daerah sekitar gunung itu. Hal ini mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti rumah-rumah penduduk hancur akibat terjangan lahar dingin dan pohon-pohon tumbang karena tidak mampu menahan berat abu vulkanik dari Gunung Merapi. Beruntung, tradisi menanam pohon di setiap angkatan masih berjalan dengan baik sehingga dapat membantu pemulihan kerusakan lingkungan akibat bencana alam terebut.

Tidak berhenti di situ saja, kami juga tidak pernah menggunakan kendaraan motor atau mobil pribadi untuk berpergian. Kami berjalan kaki ketika hendak pergi dalam wilayah lokal. Apabila akan berpergian lebih jauh, kami memanfaatkan kendaraan umum yang ada, seperti andong, mobil angkutan umum dan bus.

Sudah hampir tiga tahun kami menjalani rutinitas seperti ini. Sengsara memang karena jarang membawa HP, gerah setiap kali kami belajar karena tidak ada AC, dan harus mau meluangkan waktu serta energi yang lebih untuk memisahkan sampah-sampah sesuai dengan jenisnya agar dapat didaur ulang. Ini semua kami lakukan karena kepedulian untuk memulihkan lingkungan yang rusak.

Kami pun rela berjalan kaki atau setidaknya menepis rasa gengsi agar mau naik kendaraan umum. Memang rutinitas ini membuat kami cukup jenuh, tetapi secara tidak sadar kebiasaan yang membosankan ini telah membuat kami menginvestasikan energi untuk bumi.

Bayangkan saja jika 499 siswa di sekolah kami diperbolehkan membawa HP setiap hari, berapa banyak energi listrik yang digunakan untuk men-charge baterai HP. Sama halnya ketika kami membiarkan sampah dari 499 siswa menumpuk dan membusuk begitu saja, pasti kerusakan lingkungan akan lebih parah. Ditambah lagi apabila tidak ada program menanam pohon setiap tahunnya, yang ada akan menambah gersang lingkungan, apalagi akibat peristiwa letusan Gunung Merapi.

Sekarang coba bayangkan, seandainya kami dan 499 siswa lainnya menggunakan sepeda motor atau mobil pribadi. Berapa banyak polusi yang kami ciptakan? Berapa banyak pula bahan bakar minyak yang telah kami habiskan? Bisa-bisa kami tidak menginvestasikan energi tetapi malah menguras energi bumi. Nah, lho!

Cerita kami tidak berhenti di sini saja. Masih ada hal lain yang kami lakukan, seperti membuat tas belanja dari kain yang bisa digunakan berulang-ulang. Jadi, kami dan siswa lain tidak perlu menggunakan tas dari supermarket saat belanja, yang mayoritas terbuat dari plastik. Setidaknya, apabila lupa membawa tas belanja, kami tidak membuang tas plasti begitu saja, melainkan menyimpan dan menggunakannya saat dibutuhkan.

Tas Belanja Van Lith

Meski tidak banyak, ternyata kami telah berhasil menginvestasikan energi kami untuk bumi. Hal ini kami lakukan secara teratur bersama dengan teman-teman kami yang peduli terhadap bumi.

Kalian juga bisa menginvestasikan energi dengan cara kalian masing-masing sebagai bentuk cinta dan kepedulian terhadap bumi kita. So, let's invest our energy to our lovely earth!

(PENULIS: HILARIA NORMA WIGATI DAN SANTA ELISABETH GLORIA PARAMITA, siswi SMA Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan, Jawa Tengah)

NB:
Penulis beruntung diberi izin untuk re-publish artikel ini saat ngobrol-ngobrol ringan dengan salah satu penulis (Norma) di asrama kami. :]

V,
dia...Z

Tidak ada komentar:

Posting Komentar