Sabtu, 29 September 2012

Poster

Poster sebagai media untuk mengajak banyak orang melakukan hal-hal tertentu, diharapkan menarik bagi penglihatan mata serta jelas dan lugas dalam kata-kata. Maka dari itu, dalam pembuatan poster, sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Tulisan/Font
Dalam pembuatan poster, font yang digunakan sebaiknya dekoratif (indah dan menarik), namun masih jelas terbaca, minimal dari jarak 30 cm. Ukuran font yang digunakan baiknya min. 24 pt, maksimalnya terserah si pembuat poster. Jika ingin menarik pemirsa dari jarak jauh, ukuran huruf terbesar pun sah-sah saja untuk digunakan.

2. Warna
Warna-warna panas/warna-warna yang mencolok mata sebaiknya digunakan dalam pembuatan poster sebaagai warna latar belakang agar mampu menarik perhatian pemirsa. Warna-warna itu adalah merah-oranye-kuning. Disarankan juga untuk memakai latar putih-tulisan hitam atau latar hitam-tulisan putih jika tidak ingin menggunakan warna-warna panas tersebut.

3. Gambar
Gambar yang diberikan dalam poster harus ikonik dan sesuai dengan isi poster. Misalnya, jika poster itu mengajak untuk menghemat air, tentu gambar yang cocok adalah gambar kran dengan tetes air. Begitu seterusnya.

4. Tata Letak
Kita terbiasa untuk membaca dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan. Maka, usahakan agar poster itu tidak membingungkan pemirsa dengan menata letak bagian yang paling penting seperti judul acara/ajakan diletakan di bagian poster paling atas, baru selanjutnya penjelasan di bagian bawah.

Keempat hal itu menurut penulis adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membuat poster. Namun, Jurnalis Remaja tentu mempunyai pendapat yang berbeda-beda, untuk mebuat poster secara kreatif dan inovatif.

Kali ini, penulis ingin men-share-kan resensi buku "Mengamati Poster Propaganda Revolusi Mao Tse Tung" yang dipublikasikan oleh http://ulas-buku.blogspot.com/. Semoga bisa menjadi referensi dalam membuat poster yang menarik pemirsa.

Semangat selalu dalam berkarya, Jurnalis Remaja! Teruslah menulis!

Oh ya, hindari tawuran! Jika ada masalah, hadapi dengan #1lawan1

***
 Mengamati Poster Propaganda Revolusi Mao Tse Tung

Judul:  Chinese Propaganda Posters
Essay: Anchee Min, Duo Duo, dan Stefan R Landsberger
Penerbit: Taschen, Jerman,  2011
Halaman: 320 halaman
Harga; HK $ 128

Buku ini  memang lebih memiliki banyak gambar ketimbang teks. Namun gambar yang termuat di dalam bukanlah gambar biasa. Gambar tersebut tak lain poster-poster propaganda Mao Tse Tung ketika ia memgang kekuasaan di Cina.

Seperti halnya banyak pemegang kekuasaan, Mao pun ingin mempertahankan statusnya sebagai pemimpin partai. Apalagi ia mencetuskan Revolusi Kebudayaan di negeri itu hingga tahun 1970-an. Ia menyebutanya Great Leap.

Dari poster propaganda tersebut, Mao tidak hanya mempopulerkan Revolusi Kebudayaan, melainkan juga berusaha untuk mengultuskan dirinya. Usahanya boleh dibilang berhasil. Buktinya hingga kini masih banyak orang yang percaya dengan kebenaran ajaran Mao.

Dalam poster-poster yang termuat dalam buku ini, Mao menggambarkan dirinya sebagai sosok yang dicintai oleh rakyatnya, dan  dapat membawa Cina ke arah yang kebih baik, Cina yang lebih makmur di bawah pemerintahan partai komunis.

Bahkan beberapa poster memperlihatkan pentingnya “melupakan” kepentingan diri sendiri, bahkan nyawa, untuk kepentingan partai.

Tapi toh dari beberapa catatan litartur yang ada, usaha Mao ternyata hanya isapan jempol. Usaha untuk memakmurkan Cina justru membawa penderitaan bagi rakyat. Bagaimana tidak, ketika Mao berkuasa kemiskinan semakin menjadi-jadi, kebebasan menjadi barang langka, dan tekanan terjadi kepada mereka yang dianggap memiiki orientasi ke Barat.

Poster-poster yang ada dalam buku ini paling tiak menjadi sebuah “monumen” yang mengingatkan kembali kepada siapa saja bahwa kekuasaan cenderung melanggengkan diri, dengan menghalalkan segala cara.

Kekurangan buku ini, menurut hemat saya, tidak adanya sebuah analisa yang memadai atas poster-poster tersebut. Poster-poster tersebut hanya memiliki data seputar pembuatnya, judul, dan latar belakang dibuatnya poster tersebut. Jika saja poster tersebut dilengkapi dengan kajian yang mendalam dengan melibatkan metodologi tertentu, semisal semiotik, maka buku ini akan menjadi lebih bernas.

Minggu, 17 Juni 2012

Review: Sebelas Patriot

Dalam rangka Euro Cup 2012 yang sedang berlangsung, penulis mau men-share-kan resensi sebuah novel yang membahas sepakbola. Sebelas Patriot karya Andrea Hirata memang merupakan sebuah novella yg memuat bagaimana perjuangan sebelas orang di atas lapangan untuk memncapai kemenangan. Dimuat sangat apik, khas novel-novelnya, Andrea menuliskan sebagian kecil kisah hidupnya ini.

Inilah resensi dari Saudari Dela, yang saya kutip langsung dari blognya: http://bukubukudela.blogspot.com/2011/07/sebelas-patriot-by-andrea-hirata.html

Selamat membaca! :)
***
Ikal found an old picture of a man, wore football custome, held shinning champion cup, but looked so sad. He is curious, who he is, why he looks so devastated after winning a game? He asked her mother, but she only told him to put the picture, back to where it belong. Ikal kept it silently, and determined to found out the story of the man in the picture.

Who would have thought that the picture brought old story, which makes Ikal realize that before his father become a poor,ordinary tin miner, he was a hero. A sad story but finally gives Ikal huge spirit to continue his father's struggle to achieve a purpose. Make the world knows Indonesia is here. Make everyone's proud to be an Indonesian. Will he succeed?

Andrea Hirata comes again with his novel, called Sebelas Patriot. While everyone is issuing if Ikal's character is real or not, he still use first perspective in this novel. It doesn't bother me, I haven't got bored with Ikal anyway.
What makes me interested, this novel contains about nasionalism spirit, a thing that forgotten this day. Ikal's story simply tells us how a picture could bring a passion to love his country more. He loves Indonesia with his own way, continuing his father's journey,by playing football. He dreams high, hope someday he could be national player, and defend national team in world championship.

Some part of this stories make me shudder. There's a time that I realize how many times I complain about this country, but have no action about it. The other parts make me sad, remember our football institution's chaos. When some people tries to achieve the best, and make Indonesia proud, some people screw it, staining it with money and politic.

After all, it's a good book. Hopefully you can gain some goodness from this book. And by the way, it comes with a CD, contain songs, written by Andrea Hirata himself. I haven't tried it, but it's said that the songs complete the story. You feel real deal!

Minggu, 22 April 2012

Anak Asrama - Juara I MuDA Creativity Ke-5

Pada tanggal 10 Maret 2012 lalu, para peserta (yang disebut volunter) MuDA Creativity merayakan anniversary mereka yang ke-5. Dalam acara ini, diumumkan pula para pemenang kompetisi kreatif (artikel, komik, dll.) dengan tema: "Investo, Investasikan Energimu Untuk Bumi". Pemenang pertama kompetisi penulisan adalah Hilaria Norma Wigati dan Santa Elisabeth Gloria Paramita dari SMA Pangudi Luhur Van Lith, yang artikelnya akan penulis re-publish di sini. Artikel mereka diterbitkan pertama kali oleh Harian KOMPAS, hari Jumat, 30 Maret 2012, berjudul "Anak Asrama", yang menceritakan bagaimana anak-anak asrama diwajibkan hidup sederhana, kemudian secara tidak sadar ikut berperan langsung dalam penghematan energi bumi.

Penulis berharap dengan ditampilkannya artikel mereka di sini, Jurnalis Remaja lainnya dapat lebih semangat lagi dalam meraih prestasi, khususnya dalam bidang jurnalistik. Lebih khusus lagi, penulis juga berharap para pembaca dapat mencoba hidup sederhana mencontoh anak-anak asrama untuk berpartisipasi dalam penghematan energi bumi.

Selamat membaca! :)

Anak Asrama
Jangan heran kalau melihat anak SMA jarang membawa "handphone", apalagi di zaman yang serba modern ini. Terlihat primitif gak, sih? Namun, inilah kami, dua siswi SMA yang diwajibkan tinggal di dalam asrama di sebuah kota kecil, Muntilan.

Tinggal di sebuah kota kecil bukan berarti kami tidak up to date dengan teknologi. Namun, ini merupakan sebuah pilihan bagi kami. Selama hampir tiga tahun di lereng Gunung Merapi, kami menjalani kehidupan di dalam sebuah asrama.

Pada tahun pertama, kami dituntut untuk tidak membawa handphone (HP) yang sudah menjadi kebutuhan remaja zaman sekarang. Terasa asing ketika kami sulit berkomunikasi, terutama dengan dunia luar yang bisa bebas update status dan berkirim pesan lewat BBM (Blackberry Messenger) setiap saat, atau mengetahui berita terbaru melalui gadget.

Tahun kedua, kamii diperbolehkan membawa HP meskipun penggunannya terbatas, hanya dua kali seminggu.

Bukan hanya itu, saat ini banyak sekolah yang menyediakan fasilitas ruangan yang menggunakan pendingin ruangan alias air conditioner, tetapi tidak untuk sekolah dan asrama kami yang hidup dalam kesederhanaan. Kami diajari untuk hidup saling berbagi. Contohnya, asrama putra dan asrama putri hanya menyediakan 30 komputer untuk semua siswa yang pemakaiannya dibatasi. Menjengkelkan, bukan? Apalagi kalau tugas-tugas mulai menumpuk dan kami harus bersabar mengantre menggunakan komputer.

Di sini kami tidak hanya tinggal bersama 1 sampai 2 orang, lho, tetapi juga bersama 499 orang lainnya. Bayangkan saja, berapa banyak sampah yang sudah berhasil kami ciptakan? Enggak kebayang, kan? Untungnya kami peduli dan berhasil mengurangi akibat buruk dari sampah-sampah ciptaan kami.

Contoh kecil saja, para siswi membersihkan pembalut yang telah dipakai dan memisahkan kapas dari plastiknya sebelum membuangnya. Selain itu, kami juga memisahkan sampah plastik dan botol, yang nantinya akan didaur ulang.

Menanam pohon
Kami jadi ingat, ketika masa orientasi siswa di sekolah, 153 pohon telah kami tanam di sekitar lingkungan sekolah. Hal yang sama juga dilakukan oleh angkatan-angkatan berikutnya, dan pada tahun 2011 sudah dilakukan oleh angkatan ke-21.

Sayangnya, di tahun 2010 terjadi sebuah bencana alam besar. Kalian tentu ingat kejadian yang menimpa masyarakat sekitar Gunung Merapi hampir 1,5 tahun yang lalu.

Muntahan gunung teraktif se-Indonesia itu mampu meluluhlantakan daerah sekitar gunung itu. Hal ini mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti rumah-rumah penduduk hancur akibat terjangan lahar dingin dan pohon-pohon tumbang karena tidak mampu menahan berat abu vulkanik dari Gunung Merapi. Beruntung, tradisi menanam pohon di setiap angkatan masih berjalan dengan baik sehingga dapat membantu pemulihan kerusakan lingkungan akibat bencana alam terebut.

Tidak berhenti di situ saja, kami juga tidak pernah menggunakan kendaraan motor atau mobil pribadi untuk berpergian. Kami berjalan kaki ketika hendak pergi dalam wilayah lokal. Apabila akan berpergian lebih jauh, kami memanfaatkan kendaraan umum yang ada, seperti andong, mobil angkutan umum dan bus.

Sudah hampir tiga tahun kami menjalani rutinitas seperti ini. Sengsara memang karena jarang membawa HP, gerah setiap kali kami belajar karena tidak ada AC, dan harus mau meluangkan waktu serta energi yang lebih untuk memisahkan sampah-sampah sesuai dengan jenisnya agar dapat didaur ulang. Ini semua kami lakukan karena kepedulian untuk memulihkan lingkungan yang rusak.

Kami pun rela berjalan kaki atau setidaknya menepis rasa gengsi agar mau naik kendaraan umum. Memang rutinitas ini membuat kami cukup jenuh, tetapi secara tidak sadar kebiasaan yang membosankan ini telah membuat kami menginvestasikan energi untuk bumi.

Bayangkan saja jika 499 siswa di sekolah kami diperbolehkan membawa HP setiap hari, berapa banyak energi listrik yang digunakan untuk men-charge baterai HP. Sama halnya ketika kami membiarkan sampah dari 499 siswa menumpuk dan membusuk begitu saja, pasti kerusakan lingkungan akan lebih parah. Ditambah lagi apabila tidak ada program menanam pohon setiap tahunnya, yang ada akan menambah gersang lingkungan, apalagi akibat peristiwa letusan Gunung Merapi.

Sekarang coba bayangkan, seandainya kami dan 499 siswa lainnya menggunakan sepeda motor atau mobil pribadi. Berapa banyak polusi yang kami ciptakan? Berapa banyak pula bahan bakar minyak yang telah kami habiskan? Bisa-bisa kami tidak menginvestasikan energi tetapi malah menguras energi bumi. Nah, lho!

Cerita kami tidak berhenti di sini saja. Masih ada hal lain yang kami lakukan, seperti membuat tas belanja dari kain yang bisa digunakan berulang-ulang. Jadi, kami dan siswa lain tidak perlu menggunakan tas dari supermarket saat belanja, yang mayoritas terbuat dari plastik. Setidaknya, apabila lupa membawa tas belanja, kami tidak membuang tas plasti begitu saja, melainkan menyimpan dan menggunakannya saat dibutuhkan.

Tas Belanja Van Lith

Meski tidak banyak, ternyata kami telah berhasil menginvestasikan energi kami untuk bumi. Hal ini kami lakukan secara teratur bersama dengan teman-teman kami yang peduli terhadap bumi.

Kalian juga bisa menginvestasikan energi dengan cara kalian masing-masing sebagai bentuk cinta dan kepedulian terhadap bumi kita. So, let's invest our energy to our lovely earth!

(PENULIS: HILARIA NORMA WIGATI DAN SANTA ELISABETH GLORIA PARAMITA, siswi SMA Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan, Jawa Tengah)

NB:
Penulis beruntung diberi izin untuk re-publish artikel ini saat ngobrol-ngobrol ringan dengan salah satu penulis (Norma) di asrama kami. :]

V,
dia...Z

Kamis, 09 Februari 2012

Koran Indonesia dari Masa Ke Masa

Selamat Hari Pers Nasional, Jurnalis Remaja! :D
Untuk memeperingati Hari Pers ini, Jurnalistik Remaja mau re-blog tentang koran-koran di Indonesia, mulai dari zaman Jepang sampai yang masih bertahan sampai sekarang.
Selamat membaca! Teruslah menulis! :)



Perjalanan Awal
Arnold Mononutu adalah nasionalis Indonesia Bagian Timur yang pro Republik Indonesia di zaman perjuangan kemerdekaan. Ia juga teman Bung Hatta semasa mahasiswa di Negeri Belanda tahun 1920-an. Ketika Presiden Soekarno melarang terbit surat kabar Pedoman, Indonesia Raya, dan Abadi, Januari 1961, tokoh yang akrab dipanggil Om No ini berkomentar di depan saya, "Koran-koran yang dibredel itu koran perjuangan zaman revolusi. Nilai sejarahnya dilenyapkan begitu saja. Tanda kita sebagai bangsa tidak tahu menghargai sejarah kita sendiri."

Dengan datangnya Orde Baru, ketiga koran itu terbit kembali. Namun, tidak lama. Pada Peristiwa Malari, Januari 1974, pemerintahan Soeharto memberangus mereka kembali. Om No yang mantan Menteri Penerangan RI dalam Kabinet Wilopo (1952 – 1954) itu kembali berkomentar, "Matematika koran-koran itu menunjukkan pemerintah tidak mempunyai sense of history, nalar sejarah. Di India ada koran berusia lebih dari seabad, seperti The Hindu di Madras dan Times of India di Bombay. Di India, tradisi dipertahankan dan warisan sejarah dihormati. Sedangkan di negeri kita hal itu dianggap enteng dan tidak penting. Bila pemerintah tidak senang terhadap koran yang beroposisi, ya langsung dicabut izin terbitnya. Bagaimana kita mau berkembang jadi dewasa sebagai bangsa?"

Di Amerika Serikat, Koran New York Times yang pertama terbit tahun 1851 kini berusia 152 tahun. Di Indonesia mustahil ada koran setua itu. Jika dihitung sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, ada beberapa koran saja yang bisa disebutkan. Kebanyakan sudah mati.

Didukung intellectual community
Koran yang terhitung panjang usia misalnya Kedaulatan Rakyat (KR) di Yogyakarta. Kini usianya lebih dari 40 tahun. KR didirikan tanggal 27 September 2003. Perintisnya, H. Samawi (1913 – 1984) dan M. Wonohito (1912 – 1984). Pada 1945 – 1946 KR dipimpin oleh Soemantoro sebagai pemimpin redaksi (pemred). Ketika itu dia kerap mendampingi Ibrahim Tan Malaka yang tengah menggalang Persatuan Perjuangan sebagai oposisi terhadap kabinet Sjahrir yang melaksanakan kebijakan diplomasi dan perjuangan dalam menghadapi Belanda. Soemantoro pula yang membawa Tan Malaka ke Solo untuk berbicara di konferensi pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 9 Februari 1946.

Setelah Wonohito, mantan mahasiswa Sekolah Hukum Tinggi (RHS) di Batavia memegang kendali redaksi, KR menjadi koran yang mendukung pemerintah dan bersikap moderat. Karena itu, KR selamat melalui badai politik.

KR adalah contoh community paper yang terbatas pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia juga mendapat dukungan intellectual community seperti dari Universitas Gadjah Mada. Kini dalam jajaran pimpinannya terdapat putra almarhum Wonohito, Dr. H. Soemadi M. Wonohito, SH sebagai direktur utama, Dr. Ir. Sapuan Gafar sebagai direktur keuangan, dan Drs. Oka Kusumayudha sebagai pemred. Kabarnya, tiras KR mencapai 60.000 eksemplar tiap hari. Kini KR juga menerbitkan media cetak lain yang berada di bawah payung grup KR seperti Minggu Pagi, dan lain-lain.

Tak jauh dari Yogyakarta, tepatnya di Semarang ada Harian Suara Merdeka. Pada awal 1950 koran ini dipimpin oleh Hetami, mahasiswa drop out dari Faculteit Letteren en Wijsbegeerta Batavia. Di zaman Jepang Hetami bersama Gadis Rasid bekerja pada Harian Sinar Baroe yang pemrednya Parada Harahap.

Hetami bukan penulis yang menarik dan jenaka seperti Wonohito dalam kolom profilnya di Minggu Pagi. Kekuatan Hetami terletak pada keterampilannya menulis tajuk berita yang "catching" dan serta merta menangkap perhatian pembaca. Ia teliti menyunting berita luar negeri yang pada waktu itu harus didengar dan dimonitor sendiri dari pesawat radio. Ia suka berita atau tulisan pendek, bernas, dan mudah dipahami. Lay out Suara Merdeka dibuatnya khas, tidak sama dengan penampilan koran lain. Berkat kepemimpinannya, Suara Merdeka berkembang pesat, survive di tengah partijpolitiek zaman Orde Lama.

Setelah Hetami meninggal, ia digantikan oleh menantunya, Ir. Santoso. Santoso kemudian menjelma menjadi manajer nomor wahid dan membawa Suara Merdeka ke tingkat sukses. Praktis, koran itu dominan di Provinsi Jawa Tengah.

Santoso juga menerbitkan media cetak lain yang berada di bawah naungan Suara Merdeka, seperti Harian Sore Wawasan.

Waspada-Pedoman Rakyat
Di Sumatera Utara juga ada harian tua lainnya, yaitu Waspada. Koran ini lahir 11 Januari 1947 dan dipimpin oleh Mohammad Said. Suatu kali Said bercerita, "Ketika itu, Januari 1947, penduduk Kota Medan berjumlah 300.000 orang. Keadaan sangat sepi karena banyak penduduk yang telah mengungsi. De facto Kota Medan saat itu diperintah oleh Belanda, menyusul timbang terima dari tentara Inggris. Di jalan-jalan hanya terlihat orang Tionghoa. Mereka dilindungi Belanda dan Poh An Tui."

Berkali-kali Waspada dibredel Belanda, sehingga koran ini hidup senin-kemis. Mohammad Said dan istrinya, Ani Idrus, adalah wartawan yang dikenal dan akrab dengan masyarakat Sumatera Timur. Maka, ketika Waspada terbit kembali setelah dibredel, penjualan ecerannya laris di Pasar Kesawan. Suatu hal yang unik, Harian Waspada mempunyai banyak pembaca di Provinsi Aceh.

Setelah Mohammad Said mengundurkan diri di tahun 1969, Ani Idrus mengambil alih pimpinan Waspada. Said tutup usia tahun 1995, Ani menyusul empat tahun kemudian. Kini, Waspadadikelola oleh putra-putri Mohammad Said-Ani Idrus.

Di Sulawesi Selatan juga terdapat harian berumur lebih dari 40 tahun. Namanya, Pedoman Rakyat. Harian ini terbit di Makassar. Mulanya dipimpin oleh Henk Rondonuwu, Menteri Penerangan dalam pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT). Namun, kemudian diambil alih oleh L.E. Manuhua. Meskipun muncul di zaman Federal, surat kabar ini berorientasi pada Republik yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta.

Ketika tahun 1987 diadakan Karya Latihan Wartawan (KLW-PWI) di Makassar, posisi Pedoman Rakyat di masyarakat Sulawesi Selatan dikaji oleh para peserta. Sebuah riset juga telah dilakukan oleh Prof. Abdul Muis, SH, guru besar di Universitas Hasanuddin. Salah satu hasil temuannya adalah minat baca rakyat Sulawesi Selatan pada umumnya kurang. Ada petani yang mampu membeli pesawat televisi yang dinyalakan menggunakan aki. Di desa-desa terdapat lemari es, tetapi karena tidak ada aliran listrik, alat penyimpan bahan makanan berpendingin ini tidak bisa difungsikan.

Akibatnya, refrigerator itu dipakai untuk menyimpan baju. Sementara, tidak terpikirkan oleh mereka untuk membaca surat kabar seperti Pedoman Rakyat. Koran ini sampai sekarang masih ada, tetapi Manuhua sudah sakit-sakitan.Pedoman Rakyat terus begitu saja.

Tua semu
Selain surat kabar yang benar-benar berusia lebih dari 40 tahun, ada pula harian yang telah berusia lebih dari 40 tahun meski tidak sesungguhnya. Koran Merdeka, misalnya. Koran ini terbit pertama kali 1 Oktober 1945. B.M. Diah jadi pemimpin umum/pemimpin redaksi, sedangkan redaktur pelaksananya Rosihan Anwar. Keduanya pada akhir 1946 berpisah karena konflik soal kepemilikan surat kabar itu. Diah mengklaimMerdeka milik pribadinya. Rosihan Anwar melawan dengan menyatakan, Merdeka milik bersama wartawan dan karyawan.

Akhirnya, Rosihan mendirikan Pedoman yang mencapai posisi bagus pada dasawarsa 1950-an. Diah mengoperasikan Merdeka. Lalu, dia bekerja sama dengan Dahlan Iskan, bos grup Jawa Posuntuk mengelola Harian Merdeka. Pecah kongsi toh terjadi kembali. Merdeka berubah nama menjadi Rakyat Merdeka dan kepemilikannya dikuasai sepenuhnya oleh Jawa Pos. Merdekayang dahulu koran keluarga, sudah almarhum. Jadi, tak bisa lagi dicatat sebagai koran berusia lebih dari 40 tahun.

Koran lain yang tua semu ialah Pikiran Rakyat (PR) di Bandung. Pada awal 1950 koran ini dipimpin oleh wartawan A.Z. Palindih dan Djamal Ali. Koran ini pun sempat menghadapi kesulitan internal. Antara pimpinan dan wartawan timbul ketidakharmonisan. Dari kalangan eksternal, datang tekanan golongan komunis.

Serangan Partai Komunis Indonesia (PKI) begitu gencar, sehingga PR harus mencari perlindungan pada Kodam Siliwangi. Caranya, dengan mengganti nama untuk sementara waktu dan berafiliasi dengan tentara. Akhirnya, Sakti Alamsyah bersama beberapa rekannya seperti Atang Ruswita mendirikan Pikiran Rakyat gaya baru yang berkembang menjadi surat kabar terkemuka di Jawa Barat.
Setelah Atang Ruswita mengambil alih manajemen PR dari Sakti Alamsyah yang tutup usia, maka harian ini berkembang baik sekali. Kini grup PR memiliki media cetak di berbagai kota di Jawa Barat. Namun, dihitung dari saat PR gaya baru terbit, usianya belum mencapai 40 tahun.
Sumber: Surono, Agus. 2011. Selamat Ulang Tahun Intisari. http://intisari-online.com/read/selamat-ulang-tahun-intisari-. 24 Januari 2012
Kompas Gramedia Magazine copyright@2011

Selasa, 17 Januari 2012

Tips dan Trik Sukses Ujian

Ujian Nasional, ujian yang diadakan oleh negara untuk siswa-siswi kelas 3 SMP maupun SMA yang menjadi pro dan kontra. Ada yang setuju dengan sistem ini, ada pula yang tidak. Bahkan, ada banyak orang yang menggunakan ajang ini untuk mencari uang dari orang-orang yang anti-kesulitan. Walaupun banyak bukti bahwa mencontek adalah suatu hal yang tak terpuji, namun tetap saja ada yang melakukannya.

Ujian ini diadakan serentak di seluruh Indonesia. Tahun ini Ujian Nasional diadakan tanggal 16-19 April 2012.

Dalam kriteria kelulusan, tahun ini tidak hanya menggunakan nilai Ujian Nasional saja, namun nilai Ujian Sekolah mempunyai bobot 40% untuk kelulusan. Sehingga, siswa-siswi kelas 3 harus benar-benar memegang teguh kedua ujian tersebut agar bisa lulus Mei nanti.

Maka dari itu, di sini akan diberikan beberapa tips dan trik, agar saat ujian kita dapat lebih teliti dan mendapatkan kemungkinan terbesar untuk sukses dalam ujian.

1. Baca soal dengan teliti dan cermat sebelum menjawab, pahami apa yang ditanyakan.

Jika biasanya kita hanya membaca soal sepintas lalu saja, maka mulai sekarang jangan remehkan soal. Bacalah soal-soal yang ada seteliti mungkin.

2. Perhatikan waktu, lewati yang sulit agar bisa mengerjakan soal-soal yang lebih mudah.

Jangan terbiasa berkutat pada satu soal saja. Ketuntasan per mata pelajaran UN tahun ini adalah 4,0. Maka usahakan waktunya cukup untuk mengerjakan dan menjawab minimal 40% dari seluruh soal.

3. Semua soal harus dijawab, 10 menit terakhir, LJUN harus sudah terisi semua.

Meskipun tak yakin jawaban kita benar atau tidak, sebaiknya kita mengarsir seluruh nomor di lembar jawab ketika 10 menit terakhir. Soal UN adalah pilihan ganda dan tidak ada poin minus, maka kita masih mempunyai peluan 20-25% jawaban benar walaupun "menembak".

4. Kerjakan dengan tenang.

Mempersiapkan seluruh alat tulis semalam sebelum ujian, hadir di tempat ujian minimal 15 menit sebelum ujian dimulai, dan berdoa sebelum ujian, adalah cara-cara terbaik untuk mendapatkan ketenangan saat ujian berlangsung.

Selamat belajar, semoga kita selalu sukses dalam ujian!